Thursday, February 24, 2011

Krisis dan Bencana di Jakarta

Bencana dan krisis adalah permasalahan yang sering dialami di megacity di berbagai dunia termasuk di Jakarta. Kondisi tersebut diperparah dengan peningkatan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, proses urbanisasi yang demikian cepat tanpa adanya perencanaan yang baik serta penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya.



Permasalahan tersebut akan menjadi permasalahan sosial jika tidak segera ditanggulangi, sehingga koordinasi dan "sharing best practise" yang baik antarpemangku kepentingan dalam mengurangi risiko yang ditimbulkan sangat dibutuhkan. Demikian yang mengemuka dalam workshop bertema "Risk, Crisis Prevention and Disaster Management in Megacities" yang bertempat di Kantor BPPT Jakarta. Hasil kerja sama Fakultas Geografi UGM, BPPT dan Universitas Koeln Jerman.
Drs Bambang Marwanta MT, Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana BPPT, mengungkapkan sudah saatnya megacity seperti Jakarta secara terpadu mengkaji penilaian risiko dan manajemen krisis dan bencana dengan mempertimbangkan tidak hanya potensi ancaman bahaya alam, namun juga bahaya akibat kegagalan teknologi dan perbuatan manusia. Dr Muh Aris Marfai dari program S2 Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) memaparkan, pentingnya strategi adaptasi terhadap perubahan iklim terutama untuk kota pesisir dan megacity seperti Jakarta.
"Multi-use purposes" kawasan pesisir dengan kompleksitas permasalahannya secara signifikan mempengaruhi tingkat "vulnerability" dari kawasan ini terhadap perubahan iklim global. "Dengan meningkatnya kejadian banjir rob, banjir sungai dan cuaca ekstrim maka diperlukan rencana aksi untuk mengurangi risiko bencana yang dapat diformulasikan secara bersama antara pemerintah dan masyarakat," katanya.
Gerrit Peters dari University of Cologne Germany memaparkan, beberapa pengalaman riset yang dilakukannya terkait dengan kemampuan masyarakat Jakarta dalam melakukan adaptasi dan strategi pengurangan risiko bencana banjir. Salah satunya melalui metode "participatory urban appraisal". "Saya dan dan tim dari program S2 MPPDAS UGM kini tengah masyarakat di kawasan Muara Angke Kampung Melayu lakukan penjaringan selama 2 bulan untuk mendapatkan data-data terkait dengan kemampuan masyarakat untuk melakukan adaptasi dan strategi pengurangan risiko bencana," katanya. Sementara, Direktur Lingkungan Hidup dari CIDES (Center Indonesia for Development and Studies), M Rudi Wahyono menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam penanganan kebencanaan.
Dalam rilisnya, Aris Marfai mengemukakan workshop tersebut juga merupakan bagian dari kegiatan Riset kerja sama Fakultas Geografi UGM dan University of Koeln tentang potensi bencana dan permasalahan di megacity dengan studi kasus Jakarta. "Sharing konsep dan pengetahuan praktis terkait dengan manajemen krisis dan bencana serta memformulasikan langkah-langkah konkret yang harus dilakukan di masa mendatang," pungkasnya.

No comments:

Post a Comment