Salah satu fungsi sejarah adalah untuk memberikan identitas pada masyarakatnya. Kisah sejarah di anggap perlu untuk menunjukkan jati diri, untuk membedakan dengan masyarakat lain. Kisah sejarah juga di anggap perlu sebagai pengalaman kolektif bersama di masa lampau, bahkan sering kali garis keturunan yang sama sehingga dapat mempererat rasa solidaritas diantara anggota masyarakat secara turun-temurun.
Oleh karena itu, suatu kisah masyarakat dapat menjelaskan keberadaan suatu kolektif baik pada masyarakat sebelum maupun sesudah mengenal tulisan. Tradisi sejarah terbagi dalam 2 masa, yaitu Masa Praaksara dan Masa Aksara. Kehidupan masyarakat manusia sebelum mengenal tulisan disebut dengan kehidupan masyarakat Indonesia zaman prasejarah. Manusia yang hidup pada zaman prasejarah belum mengenal tulisan. Akibatnya, generasi selanjutnya serta para peneliti tidak mungkin menemukan adanya bukti-bukti tertulis mengenai kehidupan mereka. Para ahli, misalnya mencoba mengamati secara seksama benda-benda itu dengan cara merekontruksinya.
Namun, bukan berarti para ahli tidak memberi sumbangan apa-apa. Bagaimanapun juga mereka telah berusaha agar hasil penelitian mereka bisa sedekat mungkin menggambarkan kehidupan manusia pada masa itu. Dan memang, benda-benda itu yang merupakan satu-satunya bukti yang bisa diteliti. Secara khusus dalam kehidupan bersama sebagai bangsa, ada dua aspek utama dari peninggalan masa lalu yang tidak boleh dilupakan. Pertama, peninggalan masa lalu yang bersifat material yaitu segala benda buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya. Kedua, peninggalan masa lalu yang bersifat nonmaterial yaitu terdiri atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun teratur, misalnya pandangan falsafah hidup, cita-cita, etos, nilai, norma dan lain-lain. Kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan.
Benda-benda material yang diciptakan merupakan cerminan atau pantulan konkret dari pandangan, etos atau cita-cita hidup suatu bangsa. Dengan kata lain, apa yang dihasilkan merupakan wujud dari apa yang dipikirkan. Setiap bangsa mempunyai cara sendiri-sendiri untuk membuat dua aspek kebudayaan ini tidak dilupakan. Istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi disebut sosialisasi.
Perkembangan teknologi cetak, computer dan komunikasi dewasa ini memungkinkan untuk mengarsip peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk bisa diolah kembali oleh generasi yang akan dating. Dengan demikian, yang diwariskan tidak hanya benda-benda material, tetapi juga benda-benda nonmaterial. Namun, perkembangan ini tidak terjadi pada masyarakat sebelum mengenal tulisan. Kebudayaan mereka hanya diwariskan secara lisan dan melalui benda-benda kebudayaan. Ada beberapa cara untuk mewariskan masa lalu pada masyarakat ini diantaranya:
1. Melalui Keluarga
2. Melalui Masyarakat
a. Melalui Keluarga
Keluarga merupakan dunia social yang pertama sekaligus yang paling berkesinambungan bagi seseorang. Pewarisan oleh keluarga dilakukan bertahap, mulai dari yang sederhana dan mudah dipahami menuju ke sesuatu yang kompleks atau rumit. Yang diwariskan adalah kebudayaan material dan kebudayaan nonmaterial. Namun yang sering menjadi pokok perhatian keluarga adalah kebudayaan nonmaterial seperti pengetahuan dan kepercayaan, nilai, norma, bahasa dan cerita dongeng.
Nilai mengacu pada gagasan abstrak mengenai apa yang dianggap masyarakat baik, benar dan diinginkan. Norma adalah perwujudan konkret dari nilai-nilai. Ada dua cara bersosialisasi dalam keluarga pada masyarakat sebelum mengenal tulisan, yaitu:
- Adat-istiadat setiap keluarga memiliki adat-istiadat atau kebiasaan. Tradisi dan kebiasaan tersebut diwariskan kepada seorang anak melalui sosialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Cerita dongeng cerita dongeng juga salah satu cara untuk mewariskan masa lalu. Pada cerita dongeng disisipkan pesan-pesan mengenai sesuatu yang dipandang baik untuk dilakukan maupun mengenai sesuatu dipandang tidak baik dan tidak boleh dilakukan.
b. Melalui Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya, wilayah, identitas dan berinteraksi dalam suatu hubungan social yang terstruktur. Hal ini disebabkan karena tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa orang lain. Masing-masing masyarakat memiliki adat-istiadat yang berbeda satu sama lain. Penyimpangan akan membuat seseorang disisihkan dari lingkungan masyarakat. Sementara itu, masyarakat tidak pernah lepas dari masa lalunya.
Unsur-unsur Peradaban Masyarakat Indonesia
Berdasarkan penelitian seorang sarjana Perancis yang bernama Coedes dalam bidang peradaban masyarakat Indonesia sebelum pengaruh Hindu-Buddha terdapat 10 unsur peradaban yang dimiliki di antaranya:
1. Memelihara ternak (sapi, unggas, dan lain-lain)
2. Mengenal keterampilan teknik undagi (perundagian)
3. Mengenal pengetahuan pelayaran di samudera luas
4. Sistem kekerabatan matrilineal
5. Kepercayaan animisme, dinamisme, dan pemujaan roh leluhur
6. Mengenal organisasi pembagian air untuk pertanian (irigasi)
7. Kepandaian membuat barang-barang dari tanah liat seperti gerabah atau tembikar
8. Kepercayaan kepada penguasa gunung
9. Cara pemakaman pada dolmen atau kubur batu
10. Mitologi pertentangan antara dua unsur kosmo
Sedangkan sarjana purbakala Dr. Brandes menyatakan bahwa menjelang masuknya pengaruh
Hindu-Budha atau menjelang kehidupan masyarakat Indonesia mengenal tulisan, telah
memiliki 10 unsur pokok kebudayaan asli Indonesia, yaitu :
1. Bercocok tanam padi( bersawah)
2. Mengenal prinsip dasar permainan wayang, dengan maksud untuk mendatangkan
roh nenek moyang.
3. Mengenal seni gamelan yang terbuat dari perunggu
4. Pandai membatik (tulisan hias)
5. Pola susunan masyarakat macapat, susunan suatu ibukota selalu terdapat tanah
lapang atau alun-alun yang dikelilingi oleh istana (keraton), bangunan tempat
pemujaan atau upacara agama. Sebuah pasar dan sebuah rumah penjara
6. Telah mengenal alat tukar dalam perdagangan
7. Membuat barang-barang dari logam, terutama perunggu
8. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam pelayaran (sebagai bangsa bahari)
9. Mengenal pengetahuan astronomi
10.Susunan masyarakat yang teratur
Jadi, berdasarkan sisa-sisa peninggalan yang ditemukan maka dapat diungkapkan bahwa
kehidupan masyarakat nenek moyang Indonesia pada zaman sebelum masuknya pengaruh
Hindu-Budha telah memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi.
Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum Mengenal Tulisan
Beberapa unsur-unsur kebudayaan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau
sebelum pengaruh Hindu-Budha, antara lain :
a. Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan dalam masyarakat Indonesia diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan lukisan-lukisan pada dinding-dinding goa di Sulawesi Selatan. Lukisan itu berbentuk cap tangan merah dengan jari-jari yang direntangkan. Lukisan itu diartikan sebagai sumber kekuatan atau symbol jari tidak lengkap yang merupakan tanda berkabung dan
penghormatan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan terhadap roh nenek moyang ini terus berkembang pada masa bercocok tanam hingga masa perundagian. Hal ini tampak dari makin kompleksnya bentuk upacara-upacara penghormatan, sesaji, dan penguburan.selain penghormatan terhadap roh nenek moyang, ada juga kepercayaan
terhadap kekuatan alam,.Adanya kepercayaan semacam ini antara lain terungkap dengan adanya bangunan megalithikum yang dianggap memiliki kekuatan, misalnya sarkofagus. Corak kepercayaan seperti ini dinamakan dinamisme. Corak kepercayaan ini mengakibatkan adanya kepercayaan yang bercorak animisme, yang dianggap
unsur-unsur utama alam menyerupai roh.
b. Sistem Kemasyarakatan
Ketika manusia hidup bercocok tanam dan jumlahnya bertambah besar, system kemasyarakatan mulai tumbuh. Gotong royong dirasakan sebagai kewajiban yang mendasar dalam menjalani kegiatan hidup, seperti menebang hutan, menangkap ikan, menebar benih, dan lain-lain. Demi menjaga hidup bersama yang harmonis, manusia menyadari perlunya aturan-aturan yang perlu disepakati bersama. Agar aturan ini ditaati, ditentukan seorang pemimpin yang bertugas menjamin terlaksananya kepentingan bersama. Sistem kemasyarakatan terus berkembang khususnya pada masa perundagian. Pada masa ini sistem kemasyarakatan menjadi lebih kompleks. Masyarakat terbagi menjadi kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Uniknya tugas yang ditangani membuat masing-masing kelompok memiliki aturan sendiri. Meskipun demikian, tetap ada aturan umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-masing kelompok.
c. Pertanian
Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia sejak zaman neoltikum, yakni sejak manusia menetap secara permanen. Perkiraan ini sangat logis mengingat proses bersawah yang cukup lama mengharuskan manusia menetap di suatu tempat dengan waktu relatif lama. Kehidupan gotong royong teraktualisasikan dalam system persawahan ini. Semangat gotong royong dalam sistem persawahan terlihat dalam tata pengaturan air dan tanggul. Pada masa perundagian, kemampuan bersawah semakin berkembang mengingat sudah adanya spesialisasi pekerjaan dalam masyarakat.
d. Kemampuan Berlayar
Kemampuan berlayar sudah dialami cukup lama oleh bangsa Indonesia. Kemamapuan berlayar ini terus berkembang di tanah yang baru, mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau. Kemampuan berlayar ini selanjutnya menjadi dasar dari kemampuan berdagang, itulah sebabnya, sejak awal masehi, bangsa Indonesia sudah mulai berkiprah dalam jalur pelayaran perdagangan internasional.
e. Ilmu Pengetahuan
Sebelum pengaruh Hindu-Budha, masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga mengenal ilmu astronomi (ilmu perbintangan) sebagai petunjuk arah dalam pelayaran atau sebagai petunjuk waktu dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, mereka telah dapat mengetahui secara teratur waktu bercocok tanam, panen, atau saat yang tepat untuk berlayar dan menangkap ikan.
f. Organisasi Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa kelompok masyarakatnya. Hubungan masyarakat dalam suatu kelompok sukunya sangat erat. Pola kerjasama dalam hidup bergotong royong dalam suatu kelompok suku sudah terjalin dengan baik.
g. Teknologi
Sejak masa prasejarah, masyarakat Indonesia telah mengenal teknik pengecoran logam. Masyarakat juga telah mengenal teknik pembuatan perahu bercadik. Pembuatan perahu bercadik ini sesuai dengan kondisi alam Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh lautan. Perahu bercadik itu dapat digunakan sebagai sarana transportasi dan sarana dalam perdagangan.
h. Sistem Ekonomi
Masyarakat pada setiap daerah tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Untuk itu, mereka menjadi hubungan perdagangan dengan daerah-daerah lainnya. Hubungan perdagangan yang mereka kenal pada saat itu adalah sistem barter, yaitu pertukaran barang dengan barang.
i. Kesenian
Masyarakat prasejarah telah mengenal kesenian sebagai hiburan untuk mengisi waktu senggang. Waktu senggang itulah yang mereka pergunakan untuk mewujudkan dan menyalurkan jiwa seni mereka seperti seni membuat batik, seni membuat gamelan, seni wayang dan lain-lain. Namun, seni wayang biasanya dipertunjukan setelah panen
dengan lakon cerita tentang kehidupan alam sekitar mereka.
A. Masa Pra Aksara
Pada masyarakat yang belum mengenal tulisan (illiterate), pewarisan ingatan tentang peristiwa masa lampau dilakukan melalui tradisi lisan dari generasi ke generasi. Setiap generasi biasanya, selain mewarisi ingatan masa lampau dari generasi sebelumnya, juga mewariskan pengetahuan tersebut kepada generasi berikutnya. Tradisi lisan dapat dianggap sebagai sebuah kesaksian sejarah yang sangat berguna bagi penulisan sejarah. Sering kali sebuah tradisi lisan mengisahkan pengalaman masa lampau jauh ke belakang di mulai sejak adanya manusia pertama sampai terciptanya suatu kolektif yang di kenal sebagai masyarakat ataupun suku bangsa. Tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau. Tradisi lisan juga mengandung kejadian nilai-nilai, moral, keagamaan, adat-istiadat, cerita-cerita khayal, peribahasa, nyanyian, mantra dan sebagainya.
Karya dalam tradisi lisan biasanya dikenal sebagai bagian folklor. Pengungkapan tradisi lisan sering kali digunakan secara lugas dalam bentuk pepatah, tembang, mitos, legenda, dongeng dan diwariskan sebagai milik bersama serta sebagai simbol identitas bersama.Tradisi lisan dalam bentuk mitos, legenda atau dongeng melukiskan kondisi fakta mental (mentifact) dari masyarakat pendukungnya. Tradisi lisan sebagai ingatan kolektif sering kali disalin dalam bentuk tulisan. Selanjutnya kalian dapat memahami tradisi masyarakat sebelum mengenal tulisan (pra aksara) hingga mengenal aksara (masa aksara) melalui tulisan berikut ini yang dimulai dari Folklor.
b. Masa Aksara.
a. Munculnya Tradisi Tulisan di Indonesia
Sebuah naskah kuno yang dapat menghubungkan antara tradisi lisan dengan tradisi tulisan adalah tentang asal-usul abjad Jawa yang lebih dikenal dengan Legenda Aji Saka. Beberapa ahli memiliki kesimpulan yang hampir sama, bahwa legenda Aji Saka ini memiliki hubungan dengan penggunaan kalender Saka yang digunakan di Jawa sebelum kalender Islam dan kalender Jawa diperkenalkan oleh Sultan Agung pada tahun 1633 M. Prasasti tertua yang ditemukan di Nusantara berasal dari abad ke -5 masehi, tarumanegara. Namun, keduanya masih menggunakan bahasa sansakerta dan huruf pallawa. Prasasti dinoyo dari Malang Jawa Timur yang berangka tahun 760 masehi. Sedangkan kitab sastra kakawin Ramayana yang merupakan epos tertua menurut Stutterheim baru ditulis akhir abad ke-9 Masehi.
b. Rekaman Tertulis Dalam Tradisi Sejarah Masyarakat Berbagai Daerah di
Indonesia.
Cerita-cerita dari berbagai daerah dapat memberi petunjuk ke arah fakta-fakta sejarah dari suatu suku bangsa. Setelah suku bangsa yang bersangkutan mengenal tulisan tradisional dan mempunyai suatu kesusastraan tradisional, maka petunjuk ke arah fakta-fakta sejarah itu semakin banyak dan semakin jelas. Terdapat ribuan naskah-naskah hasil karya kesusastraan tradisional yang sampai pada kita sekarang. Naskah – naskah yang banyak dikenal dalam tradisi tulis berupa : kakawin, serat, babad, piwulang, primbon, suluk, tembang, dongeng, dan sebagainya. Karya-karya itu menurut James Dananjaya dapat digolongkan sebagai folklor yang dapat digunakan sebagai sumber penulisan sejarah.
1. Prasasti.
Prasasti merupakan peninggalan tertulis yang dipahatkan pada batu atau
logam. Ada sekitar 3000 prasasti telah ditemukan yang berasal dari zaman Indonesia klasik. Prasasti merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh raja atau pejabat tinggi kerajaan. Prasasti-prasasti ini pada umumnya mempunyai bentuk dan susunan yang hampir serupa, yaitu :diawali dengan uraian pembebasan tanah disertai dengan angka tahun, batas serta ukuran tanah yang dibebaskan, daftar orang-orang yang diserahi melaksanakan tugas, hadiah-hadiah yang disediakan untuk keselamatan, selanjutnya upacara-upacara yang dilakukan dan akhirnya kutukan-kutukan terhadap mereka yang tidak mentaati apa yang ditetapkan oleh raja. Pada abad ke-4 sampai dengan ke-8 prasasti di Nusantara menggunakan huruf pallawa dan bahasa sansakerta, prasasti-prasasti tersebut biasa ditulis dalam bentuk syair dengan menggunakan kaidah-kaidah dari India. Prasasti-prasasti yupa yang dikeluarkan oleh raja mulawarman di Kutai, kalimantan timur, menunjukan proses penghinduan. Akan tetapi, di Sumatra prasasti-prasasti Sriwijaya sudah ditulis dengan bahasa melayu kuno. Huruf pallawa di Indonesia berubah menjadi huruf Kawi (Jawa kuno).bentuk huruf atau simbol-simbol yang digunakan dalam huruf Kawi merupakan bentuk khas Jawa.
Pada umumnya prasasti berisi tentang :
- Penghormatan kepada dewa.
- Angka tahun dan penanggalan.
- Menyebut nama raja.
- Perintah kepada pegawai tinggi.
- Penetapan daerah sima (daerah bebas pajak).
- Sambhada (sebab musabab suatu daerah dijadikan daerah sima).
- Para saksi.
- Desa perbatasan daerah sima (wanua tpisring)
- Hadiah yang diberikan dari daerah sima kepada raja, pendeta, dan para saksi.
- Jalannya upacara.
- Tontonan yang diadakan.
- Kutukan atau sumpah serapah kepada yang melanggar peraturan.
Berdasarkan bahasa dan tulisan yang dipergunakan, prasasti di Indonesia dapat
dibagi sebagai berikut:
a. Prasasti berbahasa Sansekerta.
Prasasti yang menggunkan bahasa sansekerta. Digunakan oleh kerjaan dari
abad ke-5 sampai ke-9.
Menggunakan tiga jenis huruf, yaitu:
1) Huruf Pallawa.
2) Huruf Pra – Nagari atau huruf Siddham.
3) Huruf Jawa kuno (kawi)
b. Prasasti berbahasa Jawa Kuno.
Prasasti yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Dipakai pada abad ke 10.
Menggunakan dua jenis huruf, yaitu:
1) Huruf Jawa kuno.
2) Huruf Pra – Nagari (Siddham).
c. Prasasti berbahasa Melayu Kuno.
Prasasti yang menggunakan bahasa Melayu Kuno.
d. Prasasti berbahasa Bali Kuno.
Prasasti yang menggunakan bahasa Bali Kuno, merupakan peninggalan.
2. Kitab Kuno
Kitab merupakan sebuah karya sastra para pujangga pada masa lampau yang dapat dijadikan petunjuk untuk menyingkap suatu peristiwa sejarah. Kerajaan-kerajaan besar di masa lampau memberikan kedudukan yang istimewa kepada para pujangga. Namun tulisan-tulisan para pujangga itu tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan, sehingga tulisan itu seringkali tidak netral. Kitab Kuno di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Zaman Hindu-Budha dan Zaman Islam
1) Zaman Hindu – Budha.
Pada zaman kerajaan Hindu – Budha berkembang di Indonesia, kesusastraan
di bagi menjadi:
- Zaman Mataram (abad ke – 9 dan ke – 10).
- Zaman Kediri (abad ke – 11 dan ke – 12).
- Zaman Majapahit I (abad ke – 14), dengan bahasa jawa kuno.
- Zaman Majapahit II (abad ke – 15 dan ke – 16), dengan bahasa Jawa Tengahan. Sebagian berkembang di Bali.
Hasil – hasil kesustraan zaman Indonesia klasik ditulis dalam bentuk gancaran
(prosa) dan tembang (syair).
2) Zaman Islam
Kesusastran zaman Islam banyak berkembang di daerah Selat Malaka dan
Jawa. Beberapa contoh Kitab Kuno Zaman Islam diantaranya, yaitu :
Hikayat. Karya sastra yang isinya beraneka ragam. Pada hakekatnya Hikayat adalah cerita dongeng belaka. Banyak bersifat supranatural, seperti : Hikayat Raja Pasai dan Hikayat Silsilah Perak.
Babad, diantara beberapa Kitab Kuno yang dapat dikatakan sebagai Babad
yaitu :
- Hikayat Raja Pasai
Melihat isinya kitab ini digolongkan sebagai Babad karena kitab ini
dimaksudkan sebagai sejarah tradisional. Kitab ini berisi tentang sejarah
Kerajaan Pasai dari awal berdiri hingga ditaklukkan Kerajaan Majapahit.
- Sejarah Melayu.
Kitab ini ditulis Bendhara Tun Muhammad, Patih Kerajaan Johar, atas perintah dari Raja Abdullah. Kitab ini dimaksudkan untuk sejarah.
- Hikayat Hasanuddin.
Hikayat ini disebut juga Daftar Sejarah Cirebon dan Kitab Silsilah Segala
Maulana di tanah Jawa. Kitab ini merupakan saduran dari Kitab Banten
Rante-rante mengisahkan Parawali di Jawa serta keturunan mereka.
c. Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia.
Historiografi (penulisan sejarah) Indonesia dibagi dalam tiga jenis, antara lain sebagai
berikut.
Historiografi Tradisional
1) Historiografi Tradisional Kuno
Historiografi tradisional kuno mempunyai cirri-ciri sebagai berikut
a) Merupakan hasil terjemahan kebudayaan Hindu
b) Bersifat religiomagis
c) Bersifat keraton sentries
d) Untuk menaikkan martabat kasta brahmana
2) Historiografi Tradisional Tengah
Histiriografi tradisional tengah mempunyai cirri-ciri sebagai berikut.
a) Peristiwa terjadi di luar keraton
b) Bersifat etnosentris, berbentuk khas Jawa
c) Bersifat naratif konsepsional
d) Bersifat nonofficial
3) Historiografi Tradisional Baru
Historiografi tradisional baru mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Unsur-unsurnya bergaya Islam Jawa (mitologis)
b) Bersifat kronologi
c) Bersifat etnosentris
d) Bersifat feodalistik
Historiografi Kolonial
Historiografi kolonial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Sudut pandangnya Eropasentris atau Nerlandosentris
2) Isinya tentang kejadian-kejadian di Belanda
3) Tokoh-tokoh sejarahnya merupakan orang-orang Belanda
4) Orang-orang Indonesia hanya dianggap sebagai objek sejarah
Historiografi ini pada saat Indonesia berada di bawah pemerintahan colonial
sehingga penulisan sejarah digunakan untuk kepentingan penjajah. Tokoh-tokoh penulis Belanda tentang sejarah Indonesia antara lain J.J. Meinsma, A. Pompe, Stepel, dan De Graaf.
Historiografi Nasional
1) Seminar Sejarah Nasional I
Seminar ini diselenggarakan pada tahun 1957 di Yogyakarta, karena
melihat pentingnya penyusunan Sejarah Nasional Indonesia. Muhammad
Yamin dan Soedjatmiko mengemukakan perlu adanya penggantian sudut
pandang sejarah. Hal tersebut diperjelas oleh Sartono Kartodirdjo tentang
metodologi penulisan Sejarah Nasional Indonesia.
2) Seminar Sejarah Nasional II
Seminar ini juga diselenggarakan di Yogyakarta pada tahun 1970. pada
waktu itu Sartono Kartodirdjo kembali memberikan pendapatnya tentang
ciri-ciri historiografi nasional Indonesia.
Ciri-ciri historiografi nasional Indonesia menurut Sartono Kartodirdjo
antara lain sebagai berikut.
a) Memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia
b) Menggunakan pendekatan dari berbagai ilmu
c) Menerapkan sejarah analitis
d) Tidak mengabaikan sejarah lokal
makasi buat Infonya
ReplyDeleteREPOST
ReplyDelete