Friday, May 4, 2012

Sejarah Kota Paris


Paris adalah ibu kota Perancis. Terletak di sungai Seine, di utara Perancis, di jantung region Île-de-France(juga dikenal sebagai “Region Paris”). Kota Paris pada batas administratifnya (tak berubah sejak 1860) memiliki penduduk 2.167.994 jiwa (Januari 2006). Unité urbaine Paris (atau wilayah urban) memanjang ke luar batas kota administratif dan memiliki perkiraan penduduk 9.93 juta (tahun 2005). Aire urbaine Paris (atau wilayah metropolitan) memiliki penduduk hampir 12 juta jiwa, dan merupakan salah satu wilayah metropolitan terpadatdi Eropa.
Pemukiman penting bagi lebih dari dua milenium, Paris hari ini menjadi salah satu pusat bisnis danbudaya terdepan di dunia, dan campuran politik, pendidikan, hiburan, media, fashion, sains dan senisemuanya membantu statusnya sebagai salah satu kota global terbesar di dunia. Region Paris (Île-de-France) adalah ekonomi kota terbesar di Eropa, dan kelima terbesar dalam daftar kota menurut PDB dunia. Dengan €500.8 miliar (US$628.9 miliar), kota ini menghasilkan seperempatproduk domestik bruto (PDB) Perancis tahun 2006. Region Paris memiliki 36 dari perusahaanFortune Global 500 di beberapa distrik bisnis, terutama La Défense, distrik bisnis terbesar di Eropa. Paris juga memiliki banyak organisasi internasional seperti UNESCO, OECD, ICC danParis Club.
Paris adalah kota tujuan turis paling populer di dunia, dengan 30 juta pengunjung asing per tahun. Terdapat sejumlah marka tanah terkenal di antara berbagai atraksinya, bersama dengan institusi terkenal dan taman terpopuler di dunia.
Sejarah awal
Kamar mandi Romawi di bawah Paris
Tanda-tanda arkeologi awal pemukiman permanen di Paris berawal pada tahun 4200SM. Parisii, sub-suku Senones Kelt, yang dikenal sebagai kaum pedagang, menghuni daerah dekat sungai Seine sejak 250 SM. Romawi menguasai rawa Paris tahun 52 SM, dengan pemukiman permanen di akhir abad yang sama di Tepi Kiri Bukit Sainte Geneviève dan pulau Île de la Cité. Kota Galia-Romawi ini aslinya bernama Lutetia, tapi di-Galisiakan menjadi Lutèce. Meluas hebat menjelang abad-abad berikutnya, menjadi kota yang makmur dengan sebuah forum, istana, kolam, kuil, teater dan ampiteater. Kejatuhan kekaisaran Romawi dan serangan Jermanik abad ke-13 membawa kota ini ke dalam era kegelapan. Tahun 400 M Lutèce, yang kemudian ditinggalkan oleh penghuninya, hanya berupa kota garnisun kecil di dalam pulau tengah berbenteng tak beraturan. Kota ini menerima nama “Paris” di akhir pendudukan Romawi.
Abad pertengahan
Kastil Louvre dari abad ke-15 Très Riches Heures du Duc de Berry
Sekitar tahun 500 M, Paris adalah pusat bagi raja Frank, Clovis I, yang membangun katedral dan biara pertamanya ditujukan pada keturunannya, yang kemudian menjadi santo pelindung kota, Sainte Geneviève. Setelah wafatnya Clovis, kerajaan Frank terbelah, dan Paris menjadi ibukota dari negara berdaulat yang lebih kecil. Pada masa dinasti Karolingia (abad ke-9), Paris lebih kecil dari kabupaten feodal. Bangsawan Paris mulai membuka diri dan memegang kekuasaan besar daripada Raja Francia occidentalis, Odo, Bangsawan Paris terpilih menjadi raja yang menggantikan Charles si Gemuk, karena keterkenalannya ia berhasil mempertahankan Paris selama pengepungan Viking (Pengepungan Paris (885-886)). Meskipun pulau Cité selamat dari serangan Viking, sebagian kota Tepi Kiri hancur; daripada dibangun kembali di sana, setelah mengeringkan rawa di utara pulau, Paris mulai memperluas diri ke Tepi Kanan. Tahun 987 M, Hugh Capet, Bangsawan Paris, terpilih menjadi Raja Perancis, mendirikan dinasti Capet yang mengangkat Paris sebagai ibukota Perancis.
Sejak 1190, Raja Philip Augustus menutup Paris dari kedua tepi dengan dinding yang melibatkan Louvre sebagai benteng barat dan tahun 1200 membuka Universitas Paris yang menarik pelajar dari seluruh Eropa. Selama periode ini kota membangun aktivitas distribusi luas yang masih terjadi hingga sekarang: pulau tengah memiliki institusi pemerintah dan keagamaan, tepi kiri menjadi pusat pendidikan dengan Universitas dan perguruan tinggi, sementara tepi kanan berkembang sebagai pusat perdagangan di sekitar pasar sentral Les Halles.
Paris kehilangan posisinya seabgai ibukota Perancis ketika diduduki oleh Burgundia sekutu Inggris selama Perang Seratus Tahun, tapi memperoleh gelarnya kembali ketika Charles VII mengklaim kembali kota ini tahun 1437. Meskipun Paris menjadi ibukota lagi, Kerajaan ditempatkan di kastil Lembah Loire. Selama Perang Agama Perancis, Paris menjadi basis partai Katolik, mengakibatkan Pembantaian Hari St. Bartholomew (1572). Raja Henry IV mendirikan kembali istana kerajaan di Paris tahun 1594 setelah berpindah agama ke Katolik Roma (dengan kalimat terkenalnya: Paris sangat pantas merayakan Misa). Selama Fronde, warga Paris memberontak dan keluarga kerajaan meninggalkan kota (1648). Raja Louis XIV pindah ke istana kerajaan permanen di Versailles tahun 1682. Seabad kemudian, Paris menjadi pusatRevolusi Perancis, dengan Penyerangan Bastille tahun 1789 dan penjatuhan monarki tahun 1792.
Abad ke-19
Gare du Nord, simbol dari Revolusi Industri. - Stasiun kereta api sering dijuluki katedral abad ke-19.
Revolusi Industri, Kekaisaran Kedua Perancis, dan Belle Époque membawa Paris ke pembangunan terbaiknya sepanjang sejarah. Sejak 1840-an, angkutan rel membolehkan banyak arus migran ke Paris yang tertarik dengan pekerjaan di industri baru di pinggiran kota. Kota ini mengalami renovasi besar-besaran ketika Napoleon III dan préfet-nya Haussmann, yang meratakan seluruh distrik sempit, melebarkan jalan raya untuk membuat jaringan jalan lebar dan façade neo-klasik Paris modern. Program “Haussmannisasi” ini dirancang untuk membuat kota lebih indah dan lebih bersih bagi para penduduknya, meskipun memiliki keuntungan lebih pada pemberontakan atau revolusi yang akan datang, pasukan berkuda dan senapan dapat digunakan untuk meredam pemberontakan setelah taktik pengepungan pemberontak yang sering digunakan selama Revolusi tidak terpakai lagi.
Epidemi cacar tahun 1832 dan 1849 menjangkit penduduk Paris-epidemi 1832 sendiri menewaskan 20.000 orang dari 650.000 penduduk. Paris juga mengalami dampak besar dari pengepunganyang mengakhiri Perang Perancis-Prusia (1870-1871): dalam kekacauan yang diawali kejatuhan pemerintahan Napleon III, Komune Paris (1871) menyebabkan banyak pusat administratif Paris (dan arsip kota) terbakar sementara 20.000 warga Paris tewas setelah pertikaian antara pasukan Komune dan Pemerintah yang kemudian dikenal sebagaisemaine sanglante (Minggu Berdarah).
Paris kembali pulih dengan cepat dari peristiwa tersebut untuk menyelenggarakan Pameran Universal pada abad ke-19. Menara Eiffel dibangun sebagai peringatan Revolusi Perancis pada Pameran Universal 1889, sebagai tampilan “sementara” keagungan arsitektur tapi menjadi menara tertinggi di dunia hingga 1930, dan marka tanah terkenal kota ini, sementara Pameran Universal 1900 merupakan pembukaan jalur Métro de Paris pertama. Pameran Dunia Paris juga menempatkan posisinya pada industri pariwisata dan sebagai kota yang cocok untuk acara pameran teknologi dan dagang internasional.
Abad ke-20
Selama Perang Dunia I, Paris berada di garis depan perang, telah membendung serangan Jerman atas kemenangan Perancis dan Britania pada Pertempuran Pertama Marne tahun 1914. Pada tahun 1918-1919, terjadi parade kemenangan Sekutu dan perundingan perdamaian. Pada periode antarperang Paris terkenal karena masyarakat yang berbudaya dan berseni dan kehidupan malamnya. Kota ini menjadi tempat berkumpulnya pelukis dari seluruh dunia, dari komposer terusir Rusia Stravinsky dan pelukis Spanyol Picasso dan Dalí hingga penulis Amerika Hemingway. Bulan Juni 1940, lima minggi setelah awalPertempuran Perancis, Paris jatuh dalam pendudukan pasukan Jerman yang menetap di sana hingga kota ini dibebaskan bulan Agustus 1944, dua bulan setelah serangan Normandia.
Paris Tengah yang terkena dampak Perang Dunia II tidak mengalami kerusakan, karena tidak ada target strategis bagi pengebom Sekutu (stasiun kereta di pusat Paris adalah stasiun terminal; pabrik besar terletak di pinggiran kota), dan juga karena tampilan budayanya. Jenderal von Choltitz dari Jerman tidak menghancurkan semua monumen Paris sebelum Jerman mundur, seperti yang diperintahkan Adolf Hitler, yang mengunjungi kota tahun 1940.
Setelah perang, Paris mengalami pembangunan terbesarnya sejak akhir Belle Époque tahun 1914. Pinggiran kota mulai meluas, dengan pembangunan estat masyarakat besar yang dikenal sebagai cités dan permulaan distrik bisnis La Défense. Sebuah jaringan kereta bawah tanah ekspres canggih, RER, dibangun untuk melengkapi Métro dan melayani pinggiran kota yang jauh, sementara jaringan freeway dibuat di pinggiran kota, terpusat pada expresswayPériphérique yang mengitari kota.
Sejak 1970-an, banyak pinggiran kota dalam Paris (khususnya utara dan timur) telah mengalami deindustrialisasi, dan cités makmur telah menjadi penampungan imigran dan pengangguran. Di waktu yang sama, kota Paris (dalam lingkaran Périphérique) dan pinggiran barat dan selatan telah berkembang dari ekonomi tradisional ke jasa bernilai tinggi dan produksi peralatan canggih, menghasilkan keuntungan bagi penduduknya yang pendapatan per kapitanya di antara yang tertinggi di Eropa. Perbedaan sosial itu membawa kedua daerah tersebut memberontak sejak pertengahan 1980-an, sepertikerusuhan 2005 yang dipusatkan terutama di pinggiran timurlaut.
Abad ke-21
Untuk meredam ketegangan sosial di pinggiran dalam dan memulihkan ekonomi Paris metropolitan, beberapa rencana sedang dijalankan. Kantor Sekretaris Negara untuk Pembangunan Wilayah Ibukota dibangun bulan Maret 2008 dalam pemerintah Perancis. Pemiliknya, Christian Blanc, bertugas memeriksa rencana Presiden Nicolas Sarkozy untuk pembentukan wilayah metropolitan (lihat bagian Administrasi di bawah) Grand Paris (“Paris Raya”), juga perpanjangan jaringan kereta bawah tanah untuk mengimbangi pertumbuhan populasi di Paris dan pinggirannya, dan berbagai proyek pembangunan ekonomi untuk mendorong ekonomi metropolitan seperti pembangunan bangunan teknologi dan sains kelas dunia dan kampus universitas di plateau Saclaydi pinggiran selatan.
Sama, Presiden Sarkozy juga meluncurkan sebuah kompetisi urban dan arsitektur internasional tahun 2008 untuk pembangunan masa depan Paris metropolitan. Sepuluh tim yang termasuk arsitek, perencana urban, ahli geografi, arsitek lanskap akan memberikan visi mereka membangun metropolis Paris abad ke-21 setelah era setelah Kyoto dan membuat diagnosis perspektif untuk Paris dan pinggirannya yang akan menjelaskan pembangunan masa depan di Paris Raya untuk 40 tahun berikutnya. Tujuannya tidak hanya membangun sebuah metropolis ramah lingkungan tapi juga mengintegrasikan pinggiran kota dalam dengan pusat Kota Paris melalui operasi perencanaan urban berskala besar dan proyek arsitektur unik.
Sementara itu, dalam usaha mendorong wajah Paris metropolitan pada kompetisi global, beberapa pencakar langit supertinggi (300 m / 1,000 ft dan lebih) telah disetujui sejak 2006 di distrik bisnis La Défense, di barat batas kota, dan dijadwalkan selesai awal 2010-an. Pihak Kota Paris juga mengumumkan mereka merencanakan pembangunan pencakar langit di dalam batas kota dengan memperbarui batas tinggi bangunan untuk pertama kalinya sejak konstruksi Tour Montparnasse pada awal 1970-an.

No comments:

Post a Comment